Mars: KAMI PEMUDA PEMBELA AGAMA... PEMBANGKIT UMAT YANG UTAMA... BERTABLIG MEMIKAT HATI YANG SUCI... BERDALILKAN QURAN DAN HADIS... DITANAM IMAN DISEBAR AMAL... MEMIMPIN JIWA DAN AKHLAKNYA... MEMBASMI BID'AH AGAMA... BERDAKWAH, BERKHUTBAH, BERJIHAD... Reff:: BERSATULAH...BERSATULAH...BERSATULAH... HAI MUSLIMIN... SIAPA YANG MENENTANG ISLAM...MUSNAHLAH DALIL DAN HUJJAHNYA

October 17, 2010

Dzikir ba'da Shalat bagi Yang Safar


Menurut satu pendapat, bagi yang melaksanakan shalat jama' dan qashar tidak ada dzikir ba'da shalat di antara keduanya.

Pandangan ini ditunjukkan oleh beberapa keterangan sebagai berikut.


1. Tidak ada dalil yang menerangkan bahwa Rasulullah saw dzikir setelah shalat jama’ qoshor ketika safar. Sedangkan qaidah menyebutkan “menetapkan suatu hukum itu dituntut adanya dalil” dikarenakan tidak ada dalil yang menerangkan hal tersebut, maka dzikir setelah shalat jama’ qoshor ketika safar tidak ada.
2. Dalam praktek shalat yang dijamak-qoshor setelah shalat yang pertama tidak dilakukan dzikir, tetapi langsung dilanjutkan shalat yang kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam shalat safar tidak ada dzikir setelahnya.
3. Ada beberapa hadits yang mengindikasikan tidak adanya dzikir setelah shalat fardu ketika safar, yaitu sebagai berikut

عبد الله بن عمر - رضي الله عنهما - :«أن رسولَ الله -صلى الله عليه وسلم- صلَّى المغربَ والعشاءَ بالمزدلفة جميعا» زاد البخاري في رواية «كلَّ واحدة منهما بإقامة ، ولم يُسبِّحْ بينهما ، ولا على إثر واحدة منهما». (رواه البخاري و مسلم و الدارقطنى و أبوداود و الترمذى والنسائى)

Dari Abdullah bin Umar ra. Sesungguhnya Rasulullah saw shalat maghrib dan ‘isya dijama’ di Muzdalifah. Ada tambahan pada riwayat Al-Bukhari, Masing-masing dari keduanya dengan satukali iqomah dan tidak bertasbih antara keduanya dan juga pada salah satu dari keduanya. (HR Al-Bukhari, Muslim, Ad-Daraquthni, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)

عن عبد الله بن عمر - رضي الله عنهما - : قال : «صحبتُ النبيَّ -صلى الله عليه وسلم- ، فلم أرَه يُسبِّح في السَّفرِ ، وقال الله تعالي : { لَقَد كانَ لكُم فِي رَسُولِ الله أُسْوة حسنة } [ الأحزاب : 21]». رواه البخاري و مسلم

Dari Abdullah bin Umar ra. Ia berkata: Saya menyertai Nabi saw, maka tidak pernah melihat beliau bertasbih ketika safar, Allah swt berfirman : ((Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik)) QS. Al-Ahzab :21)
(HR Al-Bukhari dan Muslim)

عن يزيد بن زريع قال مرضت فجاءني ابن عمر يعودني فسألته عن السبحة في السفر فقال صحبت رسول الله {صلى الله عليه وسلم} في السفر فما رأيته يسبح ولو كنت مسبحاً لأتممت. رواه البخاري و مسلم

Dari Yazid bin Zurai’ ia berkata: saya pernah sakit lalu Ibnu Umar datang menjengukku, saya bertanya kepadanya tentang subhah ketika safar lalu beliau menjawab, “Saya menyertai Rasulullah saw pada saat safar, maka tidak pernah melihat beliau bertasbih, kalaulah saya mau bertasbih pasti saya tam-kan (sempurnakan) shalat (tidak qashar). (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Tanggapan
1) Hadis-hadis riwayat Al-Bukhari pada Bab Dzikir setelah shalat cukup sebagai “mutsbit” yang menetapkan adanya dzikir setelah shalat fardu, baik ketika safar maupun muqim karena diungkapkan dengan lafadz umum. Dengan demikian yang mesti dituntut untuk menghadirkan dalil adalah yang menafikannya, karena hukum yang telah ada dan berlaku adalah adanya dzikir, sedangkan menafikan hukum yang telah mutsbit dituntut adanya dalil.

2) Dalam sebuah hadis riwayat An-Nasai yang diterima dari Tsauban Maula Rasulullah Saw, dia berkata:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا انصرف من صلاته استغفر ثلاثا قال اللهم أنت السلام ومنك السلام تباركت يا ذا الجلال والاكرام الذكر بعد الاستغفار السنن الكبرى للنسائي – (ج 1 / ص 397)

Sesungguhnya Rasulullah Saw apabila selesai dari shalatnya, beliau istighfar 3 kali dan membaca Allahumma Antassalam … dan membaca dzikir setelah istighfar. (HR An-Nasai)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa dzikir itu dilakukan ketika “Inshirafus-Shalah” (selesai melaksanakan shalat), sedangkan shalat jama’ itu selesainya setelah dilaksanakan kedua shalat yang dijama’ tersebut.

3) Hadis-hadis di atas yang menggunakan lafadz “yusabbihu” tidak bisa diartikan dzikir (setelah shalat fardu), dengan alasan sebagai berikut.

1. Hadis-hadis tersebut disimpan oleh para Mukhorrij dalam bab mengenai shalat sunnat ketika safar. Bahkan Ibnu Hajar, dalam Fath al-Bari, menyebutkan keterangan berikut.

قَوْلُهُ : ( وَلَمْ يُسَبِّحْ بَيْنَهُمَا ) أَيْ لَمْ يَتَنَفَّلْ

Sabdanya: "Dan ia tidak ber-subhah di antara keduanya," maksudnya adalah tidak shalat sunnat. (Fath al-Bari, Kitab al-Hajj, Bab Man Jama'a Bainahuma wa lam Yatathowwa')

2. Lafad “yusabbihu” diartikan dengan shalat sunnat berdasarkan dalil-dalil berikut

عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَهُمَا(المغرب و العشاء) بِالْمُزْدَلِفَةِ صَلَّى كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بِإِقَامَةٍ وَلَمْ يَتَطَوَّعْ قَبْلَ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا وَلَا بَعْدُ

مسند الصحابة في الكتب التسعة – (ج 14 / ص 135))


Dari Salim, dari Ayahnya, "Sesungguhnya Rasulullah Ssaw menjama’ antara shalat Maghrib dan ‘Isya di Muzdalifah dengan iqomah pada masing-masing shalatnya dan tidak melaksanakan shalat sunnat sebelum dan sesudah masing-masing shalat tersebut. (Musnad As-Shahabah fi Kutubi-Tis’ah)

عن حفص بن عاصم قَالَ صَحِبْتُ ابْنَ عُمَرَ فِى طَرِيقٍ – قَالَ – فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَقْبَلَ فَرَأَى نَاسًا قِيَامًا فَقَالَ مَا يَصْنَعُ هَؤُلاَءِ قُلْتُ يُسَبِّحُونَ. قَالَ لَوْ كُنْتُ مُسَبِّحًا أَتْمَمْتُ صَلاَتِى يَا ابْنَ أَخِى إِنِّى صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى السَّفَرِ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَصَحِبْتُ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَصَحِبْتُ عُمَرَ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَصَحِبْتُ عُثْمَانَ فَلَمْ يَزِدْ عَلَى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَقَدْ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ ).

(سنن أبو داود برقم 1225 باب التطوع فى السفر)

Dari Hafsh bin ‘Ashim ia berkata: Saya menyertai Ibnu Umar di perjalanan lalu beliau shalat mengimami kami lalu menghadap kepada kami dan melihat orang-orang berdiri. Beliau bertanya, “Apa yang mereka lakukan?” Saya menjawab, “Mereka melakukan shalat sunnat”. Lalu beliau berkata, “Kalaulah aku melaksanakan shalat sunnat, pasti aku taam kan shalat, wahai keponakanku sesungguhnya aku menyertai Rasulullah Saw dalam safar dan beliau tidak pernah lebih dari 2 raka’at sampai beliau wafat, lalu aku menyertai Abu Bakar, beliau pun tidak pernah lebih dari 2 raka’at sampai wafatnya, lalu menyertai umar, beliau pun tidak pernah lebih dari 2 raka’at sampai beliau wafat, dan aku menyertai Utsman, beliau pun tidak pernah lebih dari 2 raka’at sampai beliau wafat, sedangkan Allah SWT berfirman {{ Sungguh telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah suri teladan yang baik}}

(Sunan Abu Dawud no.1225 Bab Tathawwu’ fis-Safar)

3. “yusabbihu” pada hadis-hadis tersebut masdar-nya bukan “tasbih” tapi “subhah” yang artinya shalat sunnah. Hal ini tergambar dari pertanyaan Yazid bin Zurai’ kepada Ibnu Umar.

فسألته عن السبحة في السفر

4. Lafadz “yusabbihu” sering digunakan untuk menerangkan shalat sunnat ketika safar di antaranya hadis berikut.

عن ابن عمر رضي الله عنهما : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يسبح على ظهر راحلته حيث كان وجهه يومىء برأسه وكان ابن عمر يفعله

(رواه البخاري)

Dari Ibnu Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah Saw melaksanakan shalat sunnat di atas kendaraannya kemana saja kendaraannya menghadap, beliau mengisyaratkan dengan kepalanya dan Ibnu Umar melaksanakannya".
(HR Al-Bukhari)


No comments:

Post a Comment

Text Widget

Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Selayang Pandang Kab. Bandung

Selayang Pandang Kab. Bandung
Kabupaten Bandung, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Soreang. Secara geografis berada pada 6°,41’ – 7°,19’ Lintang Selatan dan di antara107°22’ – 108°5’ Bujur Timur dengan luas wilayah 176.239 ha. Batas Utara Kabupaten Bandung Barat; Sebelah Timur Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut; Sebelah Selatan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur sebelah Barat Kabupaten Bandung Barat; di bagian Tengah Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan, 299 Desa dan 9 Kelurahan. Dengan jumlah penduduk sebesar 2.943.283 jiwa (Hasil Analisis 2006) dengan mata pencaharian yaitu disektor industri, pertanian, pertambangan, perdagangan dan jasa.

Popular Posts